Setelah
pertemuan itu, bang Soleh dan mang Udin tidak lagi bertemu. Entah
kenapa, ada kerinduan dari mang Udin untuk bertemu dengan bang Soleh.
Mang Udin mencoba ke tempat dimana dia bertemu, masjid dan tempat makan
dimana dia ditraktir. Namun Allah menakdirkan mereka tidak bertemu.
Mang
Udin mencoba bertanya kepada sesama rekan tukang sol lainnya. Luar
biasa, banyak diantara tukang sol yang mengenal bang Soleh, namun mereka
juga sama, mengaku sudah lama tidak bertemu dengan bang Soleh. Mang
Udin juga sering berdo’a untuk dipertemukan dengan bang Soleh untuk
berterima kasih.
“Apakah
bang Soleh sakit?” tanya mang Udin dalam hatinya. “Ah, tidak boleh
berburuk sangka, mudah-mudahan bang Soleh baik-baik saja, mungkin dia
menjajaki tempat yang lain.”
Lalu,
bagaimana dengan keadaan mang Udin sendiri? Setelah mendapatkan
pencerahan dari bang Soleh, kehidupan mang Udin sudah jauh membaik.
Dengan diawali basmallah, dia selalu mengawali langkahnya menjemput
rezeki. Diiringi senyum dari sang Istri dan pelukan dari kedua anaknya,
mang Udin selalu bersemangat memikul peralatan dan bahan sol yang
lumayan berat.
Meski
tidak setiap hari mendapatkan penghasilan bagus, namun secara total
sudah sangat cukup menjaga dapurnya ngebul setiap hari. Kadang dia hanya
melakukan service satu kali dalam sehari, tetapi uang yang didapat
melebih 5 kali service karena kemurahan pengguna jasanya. Banyak sekali
rezeki yang tidak diduga-duga yang dia alami.
Dia
selalu mensyukuri apa yang dia dapat setiap harinya. Bahkan saat pulang
tidak membawa uang pun tidak menjadikan dia mengeluh. Hidupnya lebih
tenang dan optimis. Jika hari ini tidak dapat, dia yakin besok lusa akan
dapat. Dia tidak khawatir lagi, sebab dia yakin Allah sudah menyiapkan
rezeki untuk istri dan kedua anaknya.
Suatu hari, sepulang dari keliling menjajakan jasanya, dia disambut dengan tangisan anak bungsunya.
“Kenapa sayang?” tanya mang Udin sambil membelai kepala anaknya dan melirik ke istrinya.
“Itu yah. Cecep ingin jalan-jalan ke Mall seperti teman-temannya.” jawab istrinya sambil tersenyum.
“Kayak orang kaya saja.” Mang Udin tersenyum. “Mau ngapain sich ke Mall?”
“Mau jalan-jalan saja.” kata Cecep (anaknya).
“Di Mall itu banyak yang dagang, nanti Cecep malu, ayah kan tidak punya banyak uang sekarang.” jelas mang Udin.
“Cecep tidak mau beli apa-apa, hanya ingin jalan-jalan saja sama ayah dan mamah, juga teteh.” jelas Cecep.
“Bener?” tanya mang Udin.
“Bener, Cecep janji.” kata si Cecep.
“Kata mamah gimana? Boleh tidak?” tanya mang Udin.
“Kata mamah, terserah ayah.” kata Cecep sambil melihat ibunya dan dijawab oleh ibunya dengan senyuman.
“Ya udah, besok kan hari Minggu, kita jalan-jalan saja ke Mall.” kata mang Udin yang disambut senyum gembira anaknya.
“Teteh… teteh… besok kita jalan-jalan ke Mall.” kata Cecep teriak-teriak sambil menghampiri kakak perempuannya.
“Emang ayah nggak keliling besok?” tanya istrinya sambil mempersiapkan makan.
“Nggak
apa-apa, sesekali istirahat untuk penyegaran. Biar anak-anak senang.”
jawab mang Udin sambil duduk di tikar, siap-siap untuk makan.
“Iya juga, ayah selalu keliling, tidak pernah libur.” jawab istrinya sambil duduk disamping mang Udin.
Keesokan harinya, mereka pun berangkat ke Mall naik angkot. Cecep terlihat begitu senangnya.
“Cecep… main ke Mall jangan jadi kebiasaan, sekali-kali saja yah.” jelas mang Udin.
“Kenapa yah?” tanya Cecep.
“Ada banyak kegiatan yang lebih bagus dibandingkan jalan-jalan ke Mall.” jelas mang Udin.
“Iya dech…” kata Cecep.
Sesampainya di Mall, mata mang Udin terpaku melihat sebuah tulisan yang berbunyi ;
→ “SERVICE SEPATU BANG SOLEH” ←
“Jangan-jangan…” pikir mang Udin.
Dia
segera menghampiri toko yang ada tulisan itu diatasnya. Disana memang
tempat service sepatu, ya sepatu-sepatu yang cukup mahal harganya. Dia
melihat semua orang yang ada di toko tersebut, tentu saja mencari-cari,
apakah ada bang Soleh disana.
“Ada yang bisa dibantu pak?” tanya salah seorang karyawati toko itu.
“Nggak. Saya cuma ingin ketemu bang Soleh.” jawab mang Udin ragu-ragu, apakah benar bang Soleh itu yang ada disini.
“Oh, sebentar ya pak, ini dengan bapak siapa?” jawab karyawati berjilbab itu dengan ramah.
“Saya Udin.” jawab mang Udin.
“Baik pak, sebentar.” jawab karyawati itu dan masuk ke sebuah ruangan.
Mang
Udin seperti tidak percaya, orang yang keluar dari ruangan itu
benar-benar bang Soleh yang sudah memberikan pencerahan baginya. Mang
Udin hanya menatap bang Soleh.
“Alhamdulillah, kita dipertemukan lagi, apa kabar Mang Udin?” tanya bang Soleh sambil membuka tanggannya.
Akhirnya mereka berpelukan, seperti dua saudara yang telah lama tidak bertemu.
“Wah,
bang Soleh sudah sukses nich. Pasti besar modalnya buka toko disini.
Bagaimana bisa?” tanya mang Udin penuh dengan kekaguman.
“Ini
keluarga mang Udin?” tanya bang Soleh sambil melihat istri mang Udin
dan kedua anaknya, seolah mengabaikan pertanyaan mang Udin.
“Iya, ini Cecep ingin jalan-jalan.” jawab mang Udin sambil tersenyum.
“Bagus
sekali mang Udin, memasukan kebahagiaan untuk istri dan anak adalah
perbuatan mulia. Jangan dilupakan itu.” katang bang Soleh.
“Bagaimana kalau kita makan yuk disana?” kata bang Soleh sambil menunjuk sebuah restoran.
“Ah nggak usah…” jawab mang Udin.
“Jangan
gitu, saya sudah lama tidak traktir mang Udin, sekarang sekalian dengan
keluarganya.” jelas bang Soleh sambil berjalan menuju sebuah restoran
diikuti oleh mang Udin dan keluarganya.
“Jadi merepotkan nich…” kata mang Udin.
Setelah mereka duduk, perbincangan pun dilanjutkan.
“Bagaimana bang Soleh bisa buka usaha disini?” tanya mang Udin.
“Semua
Allah yang mengatur. Seperti pertemuan kita dulu. Saya juga
dipertemukan dengan teman SMP saya yang sudah menjadi pengusaha dan dia
menawarkan bantuan modal untuk buka usaha disini.” jelas bang Soleh.
“Wah… kalau rezeki tidak akan lari kemana yah bang?” kata mang Udin kagum.
“Itu
adalah jawaban dari do’a kita, terutama do’a dari ibu, istri, dan
anak-anak saya. Saat kita berdo’a, Allah mengabulkan do’a kita dengan
memberikan berbagai petunjuk. Tinggal bagaimana kita, mau menjemputnya
atau tidak?” jelas bang Soleh.
“Saya
sudah sangat bersyukur dengan apa yang saya dapatkan saat ini. Kalau
saya ingin dapat lebih seperti abang, apa itu tidak salah? Apakah saya
tidak bersyukur?” tanya mang Udin.
“Tentu
saja tidak, selama kita berterima kasih atas apa yang Allah berikan
kepada kita, kemudian memanfaatkan nikmat itu untuk kebaikan, itu adalah
syukur kita. Jika kita ingin lebih baik, itu tidak ada salahnya. Allah
menyuruh kita untuk tetap berusaha menjadi lebih baik.” jelas bang
Soleh.
“Bagaimana saya bisa maju seperti abang?” tanya mang Udin.
“Mintalah kepada Allah, kemudian jemput rezeki itu dengan segera, tidak boleh menunda-nunda.” jelas bang Soleh.
“Apakah saya bisa?” tanya mang Udin.
“Bagaimana mang Udin menemukan saya disini?” tanya bang Soleh.
“Saya sering berdo’a untuk diketemukan dengan abang, saya ingin berterima kasih.” jawab mang Udin.
“Lewat anak mang Udin, Allah menjawab do’a mang Udin untuk bertemu dengan saya.” kata bang Soleh sambil tersenyum.
“Iya juga…” kata mang Udin.
“Awalnya
saya juga bingung, bagaimana menjalankan bisnis dengan profesional.
Tapi lama kelamaan bisa juga. Tenang saja, mungkin sekarang kita masih
bingung apa yang harus dilakukan. Tapi, tetaplah optimis, Allah akan
menunjukkan jalan kepada kita. Teruslah berdo’a. Jangan berhenti karena
kita tidak bisa, jangan berhenti karena kita tidak tahu caranya. Allah
akan membimbing kita, percayalah.” jelas bang Soleh.
“Saya jadi optimis, hidup saya akan lebih baik lagi.” kata mang Udin dengan mata berbinar, penuh dengan optimisme.
“Insya Allah… kita pasti bisa.” kata bang Soleh.
Mereka pun melanjutkan makan siang mereka diselingi berbagai obrolan kecil yang mengundang senyum dan tawa.
Bersambung Bagian II
Bersambung Bagian II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar